bintangpena.com -Ponorogo- Angka kemiskinan di Ponorogo turun dari 10,27 persen di 2021, menjadi 9,32 persen di 2022. Posisi tersebut menempati urutan ke-17 se Jawa Timur, dan masih berada dibawah garis kemiskinan provinsi dan nasional.

Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menuturkan capaian tersebut tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam mengentaskan mereka dari berbagai lini. Mulai dari program sosial, UMKM, pertanian, infrastruktur dan wisata.

“Dan perlu diingat, menghitung garis kemiskinan itu bukan dari pendapatan per kapita. Ada indikator lain, yang menjadi rumus penghitungan. Jadi salah, kalau kita dianggap daerah termiskin hanya dengan melihat angka per kapita,” kata Kang Bupati, Jumat (17/3/2024).

Ketua Tim Disospro, Badan Pusat Statistik (BPS) Ponorogo, Buyung Rimeto Wicaksono mengatakan angka 9,32 persen tersebut muncul dari hasil penghitungan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar. Seperti pangan, sandang, papan, barang dan jasa.

“Cara menghitungnya dengan menggunakan 2,9 dolar PPP (Purchasing Power Parity) atau berdasar pada teori paritas daya beli,” katanya.

Ketua Tim Disospro, Badan Pusat Statistik (BPS) Ponorogo, Buyung Rimeto Wicaksono.

Teknik tersebut, lanjut Buyung menjadi standar penghitungan internasional. Sehingga, hasil akhir yang muncul bisa dibandingkan dengan daerah lain, baik di level kota kabupaten, provinsi, nasional bahkan hingga dengan negara lain.

Menurut Buyung, penghitungan tersebut dilakukan dengan model sampling yang terukur secara akademis. Dari 950 ribu warga di Ponorogo, diambil sampel sekitar 340 keluarga. Hasilnya, 9,32 persen atau sekitar 85 ribu warga di Ponorogo berada di bawah garis kemiskinan.

“Dan itupun bersifat imajiner. Kenapa imajiner, karena hanya selisih satu angka dari batas penghitungan maka sudah dinyatakan berasa di atas harus kemiskinan. Padahal secara kasat mata, kondisi mereka juga tidak jauh berbeda dengan yang berada dalam garis maupun dibawahnya,” ujarnya.

Namun yang pasti, imbuh Buyung garis kemiskinan Ponorogo masih dibawah provinsi yang masih mencapai 10, 25 persen dan nasional 9,57 persen. Termasuk di wilayah eks Karesidenan Madiun, Ponorogo menempati urutan tertinggi dibanding kabupaten lainnya. Seperti Madiun, Ngawi, Pacitan dan Magetan.

Kabar baik lainnya, papar Buyung angka kedalaman dan keparahan kemiskinan berada tidak jauh dari garis. Artinya, jika lingkup atau jarak warga miskin tidak terlalu jauh. Sehingga, pemerintah bisa lebih fokus dalam memberikan program pengentasan.

“Persisnya lupa, tapi yang jelas kabupaten lain di eks Karesidenan Madiun masih dua digit. Kita sudah diangka satu digit. Dan indeks kedalaman serta indeks keparahan keduanya juga turun,” ujarnya.

Terkait dimana posisi pemetaan warga berstatus di bawah garis kemiskinan, pria asal Pacitan itu menyebut jika jumlahnya tersebar di seluruh bidang ekonomi. Hanya saja, sesuai data yang dihimpun status tersebut masih banyak ditemukan di lingkup keluarga petani.

Apakah angka garis kemiskinan ini berkaitan dengan penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Buyung menegaskan jika kedua status tersebut berbeda. Mulai dari teknik penghitungan, hingga komponen yang dihitung sama sekali tidak ada yang berkaitan.

“Ini dua hal yang berbeda. Cara hitung juga beda, tidak pas jika dikatakan Ponorogo daerah termiskin. Kalau terendah iya secara per kapita, tapi tidak jika dikatakan sebagai daerah termiskin,” tegasnya.

PDRB per kapita, tutur Buyung merupakan PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku, menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk.

“Dengan penduduk kita lebih dari 950 ribu, jelas beda dengan kabupaten lain. Yang mungkin jumlah penduduk lebih sedikit. PDRB kita itu tinggi terus, dibanding kabupaten lain di eks Karesidenan Madiun ini. Tapi angka pembaginya juga tinggi,” tutupnya.

Tahun ini, imbuh Kepala Bappeda Litbang Ponorogo Agus Sugiarto PDRB Kabupaten Ponorogo mencapai angka Rp 23,03 triliun pada tahun 2022. Jumlah itu naik senilai Rp 1,68 triliun, dari tahun 2021 yakni Rp 21,35 triliun.

“Jumlah ini, naik signifikan sejak kurun waktu 10 tahun terakhir. Dan pertumbuhan ekonomi kita sangat pesat. Termasuk jika dibandingkan dengan kabupaten tetangga,” tegasnya. (daz)

 

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page