bintangpena-Ponorogo- Masih adanya anggapan miring terkait bahan baku produksi dadak merak pada kesenian Reog disikapi serius Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko. Bupati Ponorogo menegaskan jika bahan baku pembuatan topeng kepala harimau atau barongan, serta dadak merak tidak mengganggu ekosistem hewan yang dilindungi tersebut. “Kan ada proses kreativitasnya disitu. Kita sudah sangat lama tidak menggunakan kulit asli harimau. Begitu juga untuk bulu burung meraknya,” kata Bupati, Senin (25/8/2023). Kang Giri -sapaan akrab Sugiri Sancoko- menuturkan untuk proses pembuatan barongan para seniman menggunakan kulit sapi yang dilukis sedemikian rupa persis dengan corak kulit harimau ataupun kambing. Dengan menggunakan kedua bahan tersebut, para seniman dapat melukis diatas kulit sapi dan kambing, sesuai dengan corak seperti kulit harimau. Sehingga bisa lebih garang dan sesuai dengan selera para seniman pengrajin. “Selain dilarang, Harimau sudah jelas dilindungi undang-undang dan keberadaannya sekarang juga sangat langka. Coba hitung berapa ratus jumlah Reog yang sekarang ada. Jika Reog menggunakan kulit harimau asli, maka berapa banyak bahan yang harus kita butuhkan dan itu mustahil terjadi,” tegasnya. ATRAKTIF : Puluhan dadak merak saat mengiringi Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko saat acara Ground Breaking Monumen Reog beberapa waktu lalu. Sedangkan untuk pembuatan dadak merak, lanjut Kang Giri bahan baku didapat dengan cara mengambil bulu yang sudah rontok atau terlepas dari burung merak. Seperti halnya karakter unggas yang lain, dalam musim tertentu bulu burung merak akan rontok secara alami. “Saat musim kawin tiba, bulu merak tersebut akan rontok dengan sendirinya. Nah, pada saat rontok para peternak mengumpulkan bulu-bulu tersebut untuk dijadikan bahan baku dadak merak oleh para seniman pengrajin Reog,” imbuhnya. Di Ponorogo, imbuh Bupati asal Sampung itu sudah ada penangkar dan peternak burung merak. Para peternak juga sudah mengantongi izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Timur. Penegasan Kang Giri itu, tidak terlepas dari upaya Pemkab Ponorogo dalam mengusulkan kesenian Reog ke United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Kedua alasan tersebut juga sudah dicantumkan dalam dossier untuk KemendikbudRistek dan selanjutnya diserahkan kepada UNESCO yang dijadwalkan pada Jum’at 1 September 2023. (daz/adv) Post navigation Ratusan Dadak Merak Tampil Memukau dalam Gelaran Hari Jadi ke- 527 Kabupaten Ponorogo Ribuan Anak Kompak Ikuti Tari Massal Sapu Blarak, Bupati Ajak Siswa Sadar Kebersihan