bintangpena.com -Ponorogo- Target pemerintah pusat dalam mengendalikan konsumsi rokok dengan menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) 1 Januari 2023 tampaknya tidak terlalu efektif. Meski naik 5 hingga 11,75 persen, konsumen rokok di Kabupaten Ponorogo tetap tinggi. Nur, salah seorang pedagang grosir rokok di Ponorogo menuturkan sejak seminggu terakhir tingkat penjualan jenis sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek tangan (SKT) tetap stabil. “Hanya sebagian kecil saja yang pindah merek karena memang harganya mahal. Tapi secara keseluruhan tidak terlalu berdampak,” katanya, Senin (9/1/2023). Sejak 1 Januari 2023 lalu, kata Nur harga sejumlah merek rokok memang mengalami kenaikan beragam. Mulai dari Rp 500 hingga Rp 2 ribu per pack. Seperti Marlboro Merah dari Rp 30.000 menjadi Rp 35.500, Marlboro Filter Black dari Rp 20.000 menjadi Rp 28.000, Marlboro Mentol dari Rp 25.000 menjadi Rp 28.000. Sedangkan Sampoerna Mild 16 dari ro 24.500 menjadi Rp 26.800, Gudang Garam Filter 16 dari Rp 25.000 menjadi Rp 28.500 serta masih banyak lagi merek rokok yang mengalami kenaikan harga. “Ada puluhan merek yang kami jual. Rata-rata semua harganya naik. Kalau yang uangnya mepet, biasanya beli produk sama dengan kualitas dibawahnya sedikit,” imbuhnya. Setiap hari, lanjut perempuan berkerudung itu untuk merek paling laris dengan harga kisaran Rp 20.000 per pack, dia berhasil menjual hingga dua bal. Padahal, rata-rata satu bal bisa mencapai 20 slop. Itu belum termasuk merek dan jenis rokok lainnya, seperti kretek. Kenaikan jumlah penjualan, imbuh Nur justru terjadi untuk jenis kretek. Yakni rokok dengan kisaran harga Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu per pack. Karena, harga tersebut mungkin lebih terjangkau untuk kalangan menengah ke bawah. “Kenaikan bisa lima sampai 10 persen dibanding sebelumnya. Bisa jadi karena harganya memang jauh lebih terjangkau,” tuturnya. Tidak signifikannya dampak kenaikan tarif CHT itu, bisa jadi memang tidak terlalu terpengaruh terhadap masyarakat penikmat tembakau. Bahkan, untuk kalangan tertentu kenaikan tarif cukai kali ini justru menjadi kabar baik. GAYENG : Kang Giri bersama Deputi 3 Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Andriko Noto Susanto saat mencoba tembakau hasil panen petani binaan Dispertahankan Ponorogo, pada Selasa (13/12/2022). Beberapa kali saat pertemuan di Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Ponorogo, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menyampaikan jika merokok memang seolah sudah menjadi budaya sebagian besar masyarakat. Apalagi, Ponorogo merupakan salah satu produsen tembakau berkualitas. Sehingga banyak warga yang memilih mengkonsumsi tembakau dan memprosesnya secara mandiri. “Merokok itu bagi sebagian besar warga Ponorogo, ibarat membayar pajak. Jadi wajib hukumnya. Kalau habis makan tidak merokok itu memang kurang afdhol,” kata Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko kala itu. Bahkan, untuk mendorong petani agar mampu memproduksi tembakau berkualitas, akhir tahun 2022 lalu Pemerintah Ponorogo menggelontorkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCT) senilai Rp 5 miliar. Dana tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk alat sarana dan prasarana penunjang pertanian. Mulai dari sumur dalam, traktor, kendaraan pengangkut hasil panen, hingga alat tani. (daz) Post navigation Dorong Petani Tembakau Tumbuh Pesat, Pemkab Ponorogo Gelontorkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) hingga Miliaran Rupiah Tarif Cukai Hasil Rokok (CHT) Naik, Satpol PP Prediksi Potensi Peredaran Rokok Ilegal Menjamur